ABSTRAK
Pertanyaan mendasar yang mendasari makalah ini adalah: haruskah kita memperlakukan hewan sebagai komoditas? Penyelidikan ini menantang asumsi bahwa hewan harus diturunkan derajatnya menjadi benda atau barang tak bernyawa yang hanya dinilai untuk kepentingan manusia. Inti dari masalah ini terletak pada kontradiksi yang mendalam: hewan adalah makhluk hidup yang mampu mengalami rasa sakit, kesenangan, dan, dalam banyak kasus, pengalaman sosial dan emosional yang kompleks. Namun, dalam sistem komodifikasi, mereka direduksi menjadi unit ekonomi, yang dinilai atas kapasitasnya untuk menghasilkan keuntungan—baik sebagai makanan atau persahabatan emosional. Sikap disfungsional ini mengaburkan nilai intrinsik mereka dan tanggung jawab etis yang dimiliki manusia terhadap makhluk hidup. Artikel ini memberikan argumen yang menentang eksploitasi dan komodifikasi hewan, dengan mengacu pada konsep-konsep yang termasuk dalam teori Marxis seperti keretakan metabolik dan perampokan alam . Selain Marx, saya terutama akan merujuk pada Nancy Fraser, Kohei Saito, dan John Bellamy Foster. Meskipun para ahli teori ini lebih merujuk pada lingkungan alam secara umum daripada hewan secara khusus, dengan menghubungkan refleksi ini dengan teori tradisional tentang etika hewan, kita dapat mengamati lebih jelas dampak kapitalisme dan komodifikasi terhadap kesejahteraan hewan, karena sistem tersebut merampas otonomi hewan dan mereduksi kehidupan mereka menjadi siklus eksploitasi dan kematian.
